Korelasi Kesenjangan Pendapatan per Kapita terhadap Kesenjangan Digital

             Teknologi informasi dan komunikasi yang terus mengalami perkembangan secara pesat dalam dekade terakhir ini telah mempengaruhi dan memberikan dampak yang besar bagi peradaban serta kehidupan manusia. Akan tetapi, perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi tersebut tidak menjamin terciptanya kesetaraan akses bagi semua lapisan masyarakat, khususnya di wilayah Asia Tenggara sehingga dapat memicu adanya kesenjangan digital. Kesenjangan digital merupakan permasalahan perbedaan kesempatan akses informasi dan teknologi yang menciptakan kesenjangan akses antara individu, bisnis, dan bahkan wilayah geografi pada tingkatan sosial ekonomi yang berbeda. Menurut International Telecommunications Union (ITU 2008), diantara 300 juta orang yang terkoneksi internet di dunia, kurang dari satu persen tinggal di Asia Tenggara. Hal ini berarti bahwa kawasan Asia Tenggara ini dapat dikatakan sebagai kawasan yang masih tertinggal secara digital. Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kuantitas dari kesenjangan digital, yaitu pendapatan, pendidikan, dan ketersediaan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Akan tetapi yang akan dibahas secara lebih mendalam dalam essay ini yaitu mengenai kesenjangan digital yang berkaitan dengan kesenjangan pendapatan per kapita.
          Kesenjangan pendapatan perkapita berkorelasi dengan kesenjangan digital. Hal ini dikarenakan dalam mendapatkan akses internet, masyarakat memerlukan segala infrastruktur yang ditunjang dengan tercukupinya pendapatan perkapita. Terjadinya kesenjangan digital di wilayah Asia Tenggara sangat dipengaruhi karena masih rendahnya pendapatan perkapita di wilayah tersebut.
                Menurut World Bank 2015, mengenai GDP Perkapita Asia Tenggara tahun 2015 dan juga menurut Tech In Asia 2016 mengenai biaya langganan internet mobile perbulan (biaya 1GB mobile data) yang disandingkan dengan upah minimum serta jam kerja negara – negara di Asia Tenggara, maka hanya Singapura dan Brunnei Darussalam yang memiliki pendapatan perkapita yang tinggi sehingga dapat memperoleh akses internet dengan mudah bahkan mampu mendapatkan telepon seluler yang canggih dengan harga termahal sekalipun, sedangkan negara dengan pendapatan per kapita tingkat menengah seperti negara Indonesia memang masih dapat menjangkau akses digital, telepon seluler canggih dengan berbagai fitur memang masih dapat terbeli, tetapi biaya berlangganan internet yang terus meningkat membuat akses internet semakin sulit. Sedangkan untuk negara dengan pendapatan per kapita tingkat terendah yaitu Myanmar, masyarakat Myanmar tidak mampu membeli telepon seluler canggih dan berlangganan internet, bahkan untuk dapat mendapatkan 1GB mobile data pun masyarakat Myanmar harus bekerja selama 8 jam. 
               Jadi, kesenjangan digital yang tercipta dibeberapa negara terjadi karena adanya pengaruh dari pendapatan per kapita negara tersebut. Untuk negara yang memiliki pendapatan perkapita tinggi maka negara tersebut akan dengan mudah membiayai pengeluaran untuk akses digital dibandingkan dengan negara yang pendapatan perkapitanya rendah. Hal tersebut juga dikarenakan tingkat pendapatan perkapita menentukan prioritas kebutuhan individu. Bagi masyarakat dengan pendapatan per kapita tinggi, bukan perkara yang sulit bagi mereka mendapatkan akses digital, apalagi jika hal itu telah menjadi kebutuhan prioritas. Namun, bagi masyarakat yang memiliki pendapatan perkapita rendah, mereka lebih memperioritaskan kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Hal tersebut terjadi karena masyarakat yang memiliki pendapatan per kapita rendah, mereka lebih mementingkan kebutuhan primernya yang tercukupi daripada memprioritaskan akses digital atau akses informasi yang tidak terlalu mereka butuhkan. Kondisi inilah yang menyebabkan interkoneksivitas antar lapisan masyarakat menjadi lemah hingga menciptakan kesenjangan digital di Asia Tenggara.

Comments

Popular Posts